welcome

Selasa, 18 Agustus 2009

My Crazy Classmates

“Satu orang tolong Bantu Ibu bawakan buku-buku ini ke ruang guru, ya!” perintah Bu Rina, guru Kimia sambil melangkahkan kaki meninggalkan kelas XI Ipa 5 yang gila ini.
“Rya, bawa tuch bukunya ke ruang guru!” titah Asep sang ketua kelas kepadaku.
“Nggak mau!” jawabku tegas.
“Eh..cepetan ih...!” desak Asep dan tak hanya dia, kali ini seperti biasanya teman-teman yang lain pun turut memerintah dan mendesakku.
Dengan terpaksa aku membawa tumpukan buku tugas kimia itu seorang diri. Tak seorang pun yang membantu aku.
”Uh, sebel!!!” keluhku dalam hati sambil berjalan menuju ruang guru.
Kenapa sich mereka seneng banget jahilin aku, nyuruh-nyuruh aku? Apalagi si Fariz ma si Angga. Mereka berdua hobi banget jahilin aku. Minggu lalu mereka ngunci aku sendirian di Lab. Fisika yang menyeramkan itu, pernah juga mereka menyembunyikan tas aku di atap kelas namun akhirnya dapat ku temukan, dan yang lebih parah lagi mereka pernah menyembunyikan sepatuku ketika aku sedang shalat. Kejadian itu memaksaku menahan bejuta rasa malu karena seketika itu juga aku menjadi hiburan gratis bagi para siswa lain yang tertawa puas melihatku kalang kabut mencari sepatu yang sampai saat ini tak ku ketahui nasib dan keberadaannya. Fariz dan Anggalah biang keladinya. Mereka mengakui kesalahan mereka yang ternyata menyembunyikan sepatuku di dalam bak mobil truk yang sedang diparkir di depan sekolah.
Karena kejadian itu, mereka terpaksa harus merogoh dompet mereka untuk membelikan aku sepatu yang baru. Namun hal itu tidak membuat mereka menjadi jera untuk menjahili aku. Mereka tetap saja tak henti-hentinya terus menjahili aku. Entah apa yang mereka mau. Dan teman-teman sekelasku yang lain hanya berperan sebagai penonton saja saat aku ”ditindas”oleh dua makhluk itu.
Aku selalu saja jadi objek penderita di kelas yang gila ini dan selalu saja jadi bulan-bulanan mereka. Walaupun demikian, mereka itu sebenarnya sangat baik dan aku sangat menyayangi mereka semua.

* * *
Terlambat 15 menit. Ku lihat kelasku dikunci dari dalam padahal tak ada guru yang sedang mengajar. Fariz melihatku dari dalam kelas tapi dia tidan membukakan pintu untukku. ”Lagi-lagi dia menjahili aku” batinku berbicara.
Setelah 15 menit aku menunggu du luar kelas akhirnya pintu pun terbuka. Fariz yang membukakannya.
”Silakan masuk tuan putriku yang manis. Sudah bosan ya nunggu di luar” ejeknya.
Gelak tawa teman-teman mengiringi langkahku memasuki kelas. Kemudian mereka berhenti tertawa melihat raut mukaku yang kusut tidak seperti biasanya yang selalu ceria meski sering mereka ”aniaya”.
”Teman-teman hari ini mungkin hari terakhir saya bertemu kalian karena tanpa sepengetahuan kalian saya sudah mengurus kepindahan saya dari sekolah ini. Besok saya akan pindah ke Sukabumi. Di hari terakhir ini kalian masih saja menjahili saya seperti tadi. Tapi tak mengapa, melihat kalian tertawa puas seprti tadi pun saya turut senang.” tuturku di depan kelas. Semuanya terlihat heran mendengar kata-kataku, terutama Fariz dan Angga.
”Maafkan segala kesalahan saya selama ini. Keberadaan saya di sini mungkin tidak kalian harapkan. Namun, saya sangat menyayangi kalian sebagai kakak saya sendiri. Teman-teman, saya pasti merindukan kalian. Sampai jumpa.”
Aku melangkah meninggalkan kelas dan terhenti karena mendengar teriakan teman-teman memanggil namaku kemudian seseorang menggenggam tanganku.
”Kamu serius, Rya? Kamu mau ninggalin kita?” tanya Fariz tanpa melepaskan genggaman tangannya. Aku mengangguk.
”Kamu mesti denger dulu, Ya! Sebenarnya kita sayang banget sama kamu. Kita menganggap kamu sebagai adik karena usia kamu paling muda diantara kita.”
”Iya, Ya!! Selama ini kita jahilin kamu tanpa maksud apa-apa. Karena kamu tuh lucu, gak mudah merajuk. Kita sayang sama kamu, Ya!!” tiba-tiba Fariz merangkulku dan diikuti oleh yang lainnya.
Aku yang risih dengan sikap mereka segera melepaskan diri dari rangkulan teman-teman. Kemudian aku tertawa puas sekali.
”Lho, kenapa ketawa?” tanya Angga keheranan. Begitu pula dengan yang lain yang sudah terlarut dalam suasana duka.
“Kalian ketipu…!!!!” jawabku sambil terus tertawa.
”Maksudnya apa?” tanya Fariz.
”Siapa yang mau pergi, aku cuma bercanda kalee..!!!” aku menjelaskan pada teman-teman bahwa semua ini hanyalah sandiwaraku saja.
”Jadi kamu bohongin kita?” tanya Asep.
”Yup. Emangnya kalian aja yang bisa jahilin aku?” ledekku dan seketika itu juga aku dihujani lemparan kertas dan seakan menjadi mangsa yang siap diterkam oleh teman-temanku yang gila ini. Hehe..
* * *

Created by Lia Amelia Juwita
dterbitkan : Pikiran Rakyat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar